Sabtu, 16 Oktober 2010

Berendam di bisnis spa rumahan

Demam bisnis spa yang kini melanda kota-kota besar telah menular dari hotel berbintang, lokasi eksklusif, mal, hingga ke kompleks perumahan. Karena tempat usahanya di rumah, modalnya jadi terjangkau. Margin labanya bisa mencapai 50%.
Urusan mengendurkan dan mengencangkan urat saraf tak pelak lagi telah menjadi ladang bisnis yang kian menggiurkan. Apalagi jika dipadukan dengan perawatan dan upaya mempercantik keelokan tubuh. Setelah bekerja dan berkutat dengan rutinitas yang menjemukan, orang-orang lelaki maupun perempuan butuh waktu untuk meredakan ketegangan saraf, sekaligus memanjakan tubuhnya.

Maka tak heran bila solus per aqua alias spa kian merebak di kota-kota besar, dan hampir selalu dipadati pengunjung laki-laki dan perempuan. Berendam di kolam air hangat sembari menghirup wewangian aromaterapi yang menyeruak di spa ini bisa melegakan otak yang serasa sumpek. Ditingkahi sapuan scrub, elusan lulur di sekujur tubuh, plus pijatan dengan aneka minyak-minyakan alami, hmm…. timbul deh sensasi rileks yang sungguh menyenangkan. Setelah menjalani terapi itu, kulit terasa resik dan indah. Badan pun terasa ringan.
Untuk menikmati perawatan itu, orang tak segan-segan keluar duit ratusan hingga jutaan rupiah sekali servis komplet. Tak heran, bisnis spa semakin merebak di mana-mana. Tak hanya di kota-kota besar, kini gerai-gerai spa juga mulai menerobos daerah-daerah.
Di kota besar seperti Jakarta, selain butik-butik spa yang sudah cukup lama nongkrong di hotel berbintang, gerai-gerai spa juga terus bermunculan di mal atau pusat keramaian. Bahkan kini, demam gerai spa pelan-pelan sudah menjalar ke kompleks perumahan.
Salah satu yang tertarik menekuni bisnis ini adalah Sri Surhayati. Pemilik gerai Puri Wangi Spa ini menyulap rumahnya seluas 180 m2 di kawasan Pamulang, Tangerang, menjadi sebuah tempat usaha.
Awalnya, Yanti, panggilan akrab Sri Surhayati, memang seorang mania spa. Setelah berumah tangga, ia berpikir, ibu-ibu rumah tangga bakal kesulitan kalau harus pergi ke tempat spa yang ada di tengah perkotaan, seperti di mal atau hotel. Selain biayanya mahal, ibu rumah tangga itu sulit meninggalkan kediamannya.
Maka, dengan modal Rp 200 jutaan, Yanti bersama suaminya pun merombak rumah mereka menjadi sebuah gerai spa. Untuk mempromosikan spa-nya, Yanti membikin plang nama di depan rumahnya, menyebarkan brosur, dan menempelkan pamflet di berbagai lokasi.
Hasilnya, saban hari Puri Wangi kedatangan 4-6 orang pengunjung yang rata-rata menghabiskan dana Rp 50.000 sekali datang. Pelanggannya mulai ibu rumah tangga, para ABG, hingga para calon pengantin. “Pasar spa rumahan masih luas, masih banyak yang belum menjalankannya,” cetus Yanti tanpa mau menyebut detail omzetnya.
Tinggal merombak rumah menjadi gerai
Bila Anda tertarik menjajal bisnis spa yang pasarnya masih lebar dan pemainnya relatif sedikit ini, persiapkanlah diri Anda. “Ketika ingin membangun spa di perumahan, si pemilik harus menguasai lingkungan sekitar,” ujar Evvie Sulistijowati, seorang konsultan bisnis spa yang juga seorang hajah. Dengan begitu, kita akan tahu karakter dan daya beli pasar yang akan kita sasar.
Evvie yang juga produsen bahan perawatan spa ini menandaskan, membuka spa tidak sama dengan membuka toko biasa. Kata dia, spa bukan hanya menjual pelayanan dan produk, melainkan juga kualitas. “Kita harus membuat customer datang,” lanjutnya. Untuk itu, si pengusaha juga harus membekali dirinya dengan pengetahuan akan seluk-beluk bisnis spa.
Modal duit tentu juga merupakan komponen yang penting dalam memulai bisnis ini. Menurut hitungan Evvie, untuk mendirikan spa perumahan seluas 60 m2, habis dana antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta. Ruangan seluas itu bisa diisi dengan kamar-kamar spa, bath tub, perawatan rambut, perawatan kulit, semacam bar untuk jamu, tempat potong rambut, creambath, manicure, dan pedicure. “Spa rumah tidak mengandalkan pemandangan,” cetusnya.
Bila kita hendak menyulap rumah menjadi gerai spa, apa yang dilakukan Yanti bisa memberi kita inspirasi. Yanti yang seorang arsitek ini tidak mengubah ruang-ruang rumahnya. Dia hanya mengubah fungsi setiap ruang sesuai dengan kebutuhan spa. Ruang tamu, misalnya, dia ubah menjadi tempat pedicure dengan tetap mempertahankan bentuk ruang tamu pada umumnya dengan satu meja bulat dan dua kursi. Hanya, kursi itu khusus untuk pedicure.
Yanti mengubah fungsi ruang duduk menjadi ruang creambath, dilengkapi sebuah meja panjang dan tiga cermin bulat yang diletakkan berderet. Kamar tidur di lantai satu diubah menjadi ruang massage. Di ruang ini, terdapat kamar mandi dengan bathtub. Ruang duduk di lantai dua juga menjadi tempat massage. Yanti masih menyisakan sebuah ruangan pribadi khusus untuk keluarganya.
Nah, perombakan tempat plus pembelian berbagai peralatan spa itu merupakan komponen biaya in-vestasi awal yang paling besar. “Untuk bahan spa-nya sendiri, sih, murah. Saya awalnya hanya membeli sekitar Rp 500.000,” bebernya. Senada, Evvie mengatakan, untuk membeli persediaan bahan perawatan spa selama tiga bulan, paling kita hanya butuh modal sekitar Rp 5 juta.
Bahan-bahan spa, seperti aneka scrub, minyak untuk pijat, berbagai aromaterapi, dan lainnya bisa kita peroleh dengan mudah. Di pasaran ada begitu banyak pilihan produk spa. Sebut saja Taman Sari Mustika Ratu, Spa Essensia, atau berbagai merek lain yang bisa kita peroleh di kawasan Pasar Baru, Jakarta dan Bali.
Marginnya bisa mencapai 50%
Yang mahal dan merupakan unsur terpenting dalam bisnis spa adalah sumber daya manusia alias terapis. Selain bisa membajak para terapis atau merekrut mantan terapis yang sudah bekerja di spa lain, pengusaha spa juga bisa merekrut para lulusan sekolah atau kursus spa. Cuma, ya itu tadi, kita harus benar-benar jeli memilih terapis yang berkualitas.
Evvie memberi ancar-ancar jumlah terapis di sebuah gerai idealnya 5-6 orang. Jumlah pegawai segini cukup untuk spa rumahan. “Biasanya waktu ramai hari Jumat sampai minggu,” kata seorang pemilik spa rumahan yang tak mau disebut namanya.
Lain dengan Yanti yang hanya mempekerjakan tiga orang pegawai. Uniknya, ia tak memerlukan tenaga pembukuan khusus. Ketiga pegawai inilah yang menyusun pembukuan mereka masing-masing. Ini lantaran ketiganya dibayar harian dengan memperoleh tip dan fee.
Rata-rata mereka memperoleh fee 10%-20% dari ongkos yang dikeluarkan pelanggan yang sedikitnya Rp 50.000 per pelanggan. Dengan sistem pembayaran harian dan fee, Yanti menerapkan manajemen langsung per terapis. “Jadi enggak perlu ada resepsionis atau manajer,” cetusnya. Lebih fleksibel dan irit.
Sayang, Yanti enggan menyebutkan berapa besar pemasukan dalam sebulan. Yang pasti, setelah berjalan tiga tahun, tak lama lagi ia bakal balik modal. Evvie sendiri membuka kartu, bisnis spa sebenarnya bisa mendatangkan margin besar. “Bisa 50%,” ucap Evvie.
Anda berminat berendam bisnis spa di rumah sendiri?
+++++
Berbagai versi Sejarah Spa
Sekitar 3.000 tahun lalu, setelah lelah berperang dengan badan penuh peluh dan debu, pasukan Romawi melakukan ritual pemulihan diri. Ritual ini juga dimaksudkan untuk menyembuhkan luka-luka mereka. Caranya, mereka berendam di kolam-kolam air hangat. Nyess….
Ritual itulah yang disebut-sebut sebagai awal munculnya solus per aqua alias spa. Konon, spa tertua masih ada di Kota Merano, Italia. Syahdan, Cleopatra selalu mempercantik penampilannya dengan berendam di air panas yang dicampuri berbagai wewangian dari minyak asiri.
Malah, Hipocrates, tokoh pengobatan ulung Yunani, pernah mempraktekkan cara perawatan tersebut dan kemudian menulis hidroterapi. Keajaiban dan kehebatan ruwatan pemandian ini kemudian disebarkan oleh golongan Roma ke seluruh Eropa, hingga akhirnya tersebar di seantero jagat raya.
Versi lain, ada yang bilang spa berasal dari Spau, nama sebuah desa dekat Liege di Belgia. Desa itu terkenal sejak abad ke-16 dengan kolam air mineralnya. Di sana dulu ada sumber air yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Selama berabad-abad, kolam di Spau menjadi kegemaran golongan bangsawan dan raja.
Mana riwayat yang benar, itu tak penting. Kini spa telah menjadi ajang pemulihan diri dan ajang mencari fulus.

http://blogkage.wordpress.com/2008/04/24/berendam-di-bisnis-spa-rumahan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar